Tuesday, December 3, 2013

Shiki

0

Shiki
By : Mikazuki_Hikari

Disclaimer     : Fujimaki Tadatoshi ©

This Fic belongs to Mikazuki_Hikari

Rate               :  T (Explicit Lemon)

Genre             : Romance

Pairing           :  Akashi Seijuuro x Kuroko Tetsuya

Warning         :  Shonen-Ai, Typo(s), EYD tidak sesuai aturan, Male x Male, Alternate Universe (AU), Out of Character (OOC), Explicit Lemon


Don’t Like Don’t Read
I Have Warned You
.
.
.

Shiki
Mikazuki Hikari ©
.
.
.

[Kuroko POV]

Musim semi, dimana aku pertama memijakkan kakiku di SMP Teikou, aku ingat pemandangan dimana halaman depan sekolah dipenuhi siswa baru dengan kerah kakunya yang berbaris rapi untuk mengadakan apel.

Disana pula aku bertemu dengannya, surai merah-nya berkilat tertimpa cahaya matahari, senyuman tipis diwajahnya yang tersirat di bibirnya, serta kedua manik heterokromatik itu dengan lembut menyapaku, itu saat pertemuan pertamaku dengan Akashi-kun, namun saat itu aku masih belum tahu namanya.

Aku ingat saat si pemilik surai merah menyala itu menolongku saat istirahat makan siang, dimana saat aku tergelincir lantai yang licin, entah pemuda itu datang dari mana, namun tangan kokohnya yang besar dengan sigap meraih tanganku dan menyelamatkan tubuh gontaiku yang hampir bertumbukkan dengan lantai, namun setelahnya ia tidak mengatakan sepatah kata pun, hanya pergi dengan kedua tangannya yang ia masukkan di saku celananya, dan sebelum siluet tubuhnya menghilang dari garis pandangku, ia menoleh ke arahku dan sekali lagi memperlihatkan senyuman manis itu kepadaku.

Aku juga ingat dimana Akashi-kun menyelamatkanku dari segerombolan kakak kelas yang hendak membahayakan diriku, dari sudut jalan entah dimana ia muncul, lalu seketika ia menghabisi gerombolan kakak kelas yang menurutku jauh lebih besar darinya, dan seperti biasa tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia pergi.

.
.
.

Musim panas, matahari bersinar terik, musim yang cocok untuk festival olah raga sekolah, dimana SMP Teikou menyelenggarakan festival olah raga yang cukup akbar untuk kalangan sekolah sederajatnya, disini pula Akashi-kun menolongku saat aku tersandung setelah maraton, entah mengapa ia selalu muncul di saat aku memang membutuhkan seseorang, ia dengan sigap membebat luka di lututku, ia bahkan sudah membawa perlengkapan P3K lengkap bersamanya.

“Bagaimana?? Apa sudah lebih baik??” ucapnya setelah selesai dengan perban di lututku.

“Unn..” Aku mengangguk kecil, aku terheran dengan tingkah pemuda yang satu ini, entah apa yang dia pikirkan, bisa bisanya di tengah kerumunan banyak ia masih bisa memperhatikanku yang notabene kehadiranku jarang di rasakan oleh beberapa orang, namun pemuda ini, ia bisa dengan sigap mengarah ke arahku, menuju kepada keberadaanku yang bahkan orang saja tidak mengetahuinya.

“Yosh, kalau begitu, jangan sampai terjatuh lagi ya.” Tangan besar yang pernah menarik tanganku di kafetaria, tengah mengelus surai cyan milikku lembut, sorot matanya berubah hangat saat kedua iris itu tertutup kelopak matanya yang membuat lengkung tipis tanda pria itu tersenyum, serta senyumannya yang biasa ia lemparkan kepadaku, baru kali ini aku melihat senyumannya sedekat ini, biasanya aku hanya melihat senyumannya dari kejauhan saat ia melangkah pergi setelah menolongku, dan entah mengapa wajahku menyeruakkan rona merah yang tipis, mungkin karena panas matahari, begitu pikirku, namun panas matahari tidak busa menyebabkan yang orang sebut dengan debaran pada jantung, jangtungku berdegup mengiringi rona di wajahku saat melihat wajahnya dari dekat.

.
.
.

Musim gugur, dedaunan hijau yang bertandang di ranting ranting pepohonan pun sudah mulai berubah warna menjadi merah kecoklatan, beberapa diantara mereka pun ada yang sudah jatuh ketanah, sinar terik dari matahari pun sudah tertutup oleh awan, suhu udara yang mulai menurun pun sudah mulai berhembus menyapa permukaan kulit setiap orang saat mereka bangun pagi.

Musim dimana aku memutuskan untuk mengikuti salah satu ekstra kurikuler yang cukup di banggakan di SMP Teikou, Basket.

Akashi-kun juga mengikuti kegiatan ini, disini aku semakin sering bertemu dengannya, dan untuk pertama kalinya, berkenalan dengannya secara langsung.

“Ternyata kau juga mengikuti Basket ya??” sapanya saat ia berjalan lurus ke arahku, lapangan basket yang sepi kala itu, menggaungkan separuh dari suaranya yang cukup lantang karena memanggilku dari jarak yang cukup jauh, hanya kami berdua, diantara sorot lampu dari atap lapangan basket indoor yang tinggi, bola basket yang tadi ada di tangannya memantul kebawah dan menggelinding ke belakangnya.

Aku yang selama ini hanya mengenalnya sekilas, untuk kali ini bertatapan dengannya, bukan lagi secara kebetulan, namun karena aku memang mengikuti kegiatan yang sama dengannya, aku memundurkan kakiku satu langkah kebelakang, wajahnya semakin dekat denganku.

“Kenapa?? Tidak perlu takut.” Dia tersenyum.

“Akashi Seijuuro” ia akhirnya memperkenalkan dirinya.

“Tetsu—“
“Haii, Kuroko Tetsuya-kun.” Ia tersenyum sekali lagi ke arahku.

Mengapa?? Dari mana dia tau namaku?? Aku belum pernah sekali pun memperkenalkan namaku kepadanya, tapi, kenapa dia bisa tau namaku??

“Boleh aku memanggilmu Tetsuya?? Hnn??” Ia menaikkan sebelah alisnya, jarak wajah kamu hanya tersisa beberapa centi meter saja, aku bisa dengan jelas melihat sorot matanya dari jarak sedekat ini, Kuning Keemasan, dan warna merah darah yang menyala, terlihat sangat dalam dan indah, menenggelamkan pandanganku lebih dalam ke dalam sorot mata yang teduh itu, membuatku tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

“Kawaii naa..” tangannya menarik daguku.

“A-apa maksudmu??” aku terperangah, semburat kemerahan sudah memancar di pipiku, aku merasa takut, namun bukan rasa takut karena aku tidak suka berada di dekat orang ini, namun ada suatu perasaan yang membuatku lemah dan tak berdaya.

“Kau sangat menarik Tetsuya, tidak salah aku memilihmu selama ini..” wajahnya mendekat ke arah telingaku sekarang.

“Suki da...” ia membisikkan kata kata itu, yang tepat di depan telingaku.

Pupil mataku menyempit, aku terkejut mendengar perkataannya, apa maksudnya?? Kenapa dia bisa menyukaiku??

“Suki da yo, Tetsuya..” Ia mengarahkan tubuhku ke tembok, tangannya mencengkram kuat pergelangan tanganku, dan mengunci semua gerakanku.

Aku tidak bisa menjawab, aku hanya bisa merintih dengan rasa sakit yang timbul dari cengkraman tangannya.

“Omoshiroi... mmmhh...” ia menjilat cuping telingaku.

“A-Akashi....kun. hahhhh...” Aku merasakan cengkraman tangannya bertambah kuat dan menyandarkan tanganku di dinding.

Bibir kemerahannya akhirnya menjamah milikku, aku bisa merasakan helaan nafasnya saat ke bibir kami bersentuhan, aneh tubuhku bereaksi sebaliknya, dengan senang hati bibirku membalas, suatu perasaan yang aneh timbul dari diriku, seakan tubuhku menginginkannya, sorot mata teduhnya berubah menjadi sorot mata yang sayu, dan dari sinar matanya, aku tau dia menginginkanku juga, lebih dari aku menginginkannya.

Sesaat aku di mabuk oleh sensasi kenikmatan yang manis dari bibirnya, namun saat akal sehatku kembali, dan saat cengkraman tangannya mulai mengendur. Disitulah aku memberanikan diri untuk mendorong tubuhnya dan lari sekencang kencangnya sambil berharap untuk tidak menemuinya lagi.
.
.
.

Musim dingin, jalanan sudah di selimuti oleh selimut putih yang tebal, salju dengan lembut turun ke atas permukaan  tanah. Menandakan musim telah berganti, dan menandakan rentang waktu aku menghindar dari Akashi.

Aneh...

Memang Aneh...

Selama aku menghindar dari Akashi-kun, selama itu pula, bagian tubuh yang dijamah Akashi-kun itu, semakin terasa panas, seakan ingin merasakan sentuhannya lagi, namun aku tau jika aku terlibat lebih jauh lagi dengan orang itu, aku sendiri tidak bisa membayangkan apa jadinya.

Aku masih bertanya, kenapa orang itu bisa menyukaiku, memang selama ini dia—

Yaa....

Yaa... Selama ini dia menolongku, selalu muncul di saat yang tepat, apa ini tandanya, dia memperhatikanku selama ini?? Apa yang bisa aku dapat dari semua hal ini??

Keping gambaran yang seakan menyatu, mulai berkait satu sama lain, boleh kah aku melihat-nya?? Boleh kah aku menyusunnya?? Dan menemukan jawaban dari semua hal yang membingungkan ini?

Bagaimana harus memulai semua ini? Apakah aku menyukainya juga?.. Dia yang selalu menolongku, dia yang selalu tersenyum untukku, dan senyumnya yang aku suka, namun diatas semua itu, kejadian yang membuat hatiku takut untuk menemuinya, bagaimana harus aku merangkai semuanya ini?

Aku berusaha menemuinya, namun disaat aku sudah bisa melihat sosoknya dari kejauhan, aku menghentikan langkahku dan berbalik pergi menjauh darinya.

Begitu pula seterusnya...

.
.
.

Telefon genggamku berdering tanda ada e-mail yang masuk, membangunkanku dari tidurku, aku mengangkat selimut yang menutupi tubuhku, dan meraih telefon genggamku yang kutaruh di meja kecil yang ada disebelah tempat tidurku, tepat di depan lampu tidur kecil yang masih padam.

Saat layar handphoneku mulai menyala, aku melihat sebuah nomer yang asing, mengirim sebuah surat elektronik untukku, siapa?? Hatiku bertanya tanya...

[Kenapa?? Kenapa kau menghindariku??]

Begitu bunyinya...

Tanpa pikir panjang, aku langsung mengetahui siapa pengirimnya.

Ya, Akashi Seijuuro, pasti dia yang mengirimnya, tapi kenapa?? Apa dia melihatku?? Tidak mungkin... aku berusaha menjaga jarak darinya, dan tidak menemuinya untuk waktu yang cukup lama.... tidak mungkin dia melihatku.. dan dari mana ia mendapatkan alamat e-mailku?
Mengapa? Mengapa sekali lagi aku harus begitu terlibat dengannya?

Sesaat kemudian, masuk e-mail yang lain, dari pengirim yang sama, dan begitu seterusnya, aku berusaha untuk tidak membacanya dan menghiraukan ponselku, namun percuma, sampai sore harinya hingga malam menjelang sudah sampai 115 e-mail yang masuk ke ponselku, aku pun merasa tidak enak hati dan membukanya satu persatu.

Sebuah ekspektasi yang diluar dari dugaanku, semua bunyi yang tertera pada semua pesan itu adalah sama...

[Aku Mencintaimu Tetsuya]

Begitu bunyinya.. sontak aku menjatuhkan handphoneku dari tanganku, air mata mengalir lembut dari manik cyanku.

Aku tidak percaya, dia masih bisa menyukaiku walau aku sudah menolak untuk bertemu dengannya.. Kenapa??

Tangisku terhenti saat handphoneku berdering kembali, sebuah e-mail lainnya dari Akashi-kun aku pun memutuskan untuk membukanya.

[Aku memberimu 2 pilihan, kalau kau memang membenciku, aku tidak akan menemuimu lagi, atau mengikutimu seperti yang selama ini aku lakukan, namun jika kau memang mau bertemu denganku, temui aku di dekat taman yang tak jauh dari rumahmu, aku ada disana]

Mungkin sekilas aku akan memilih pilihan yang pertama, tapi sesuatu di dalam hatiku mendorongku untuk menemuinya, yaa, semua ingatanku saat pria itu menolongku dan tersenyum untukku, itu yang membuatku ingin menemuinya.

.
.
.

Aku bergegas memakai mantelku, mengencangkan tali sepatuku dan berlari menuju taman, aku membuka pintu rumahku, dan berlari menemus hamparan salju tebal di kakiku.

Langit musim dingin sudah bertambah gelap, berpadu dengan taburan bintang dan salju yang turun perlahan, dan aku pun mengarahkan tujuanku ke arah taman yang di tujukan Akashi.

Disana aku bisa melihat dirinya berdiri dibawah sebuah lampu jalan, tengah meniup tangannya yang tidak dibalut oleh sarung tangan, uap air akibat udara dingin pun berhembus dari mulutnya, sesaat ia menoleh, ia langsung melihat ke arahku dan tersenyum..

“Haahhh.... hahhh... haahhhh....” Nafasku memburu.

“Tidak perlu tergesa gesa seperti itu.” Ia tersenyum dari posisinya.

“Kau.. kau kedinginan, ini pakai sarung tanganku..” Aku melepas sarung tanganku dan hendak memberikan kepadanya.

Ia tidak menjawab, ia hanya tersenyum dan kemudia tertawa kecil.

“Sampai kapan kau bisa menghiburku seperti itu Tetsuya..” ia mendekat ke arahku, tangannya menggenggam erat tanganku.

“Begini, aku lebih suka begini dari pada aku harus memakai sepasang sarung tangan.” Ia menatap lembut ke arahku.

Wajahku merona, aku tidak bisa memungkiri perasaanku lagi......

Aku menyukai pria ini........

“Kau.... sejak kapan kau berada disini??” tanyaku penasaran.

“Sejak aku mengirim e-mail-email itu dari awal, kau menerima semuanya kan Tetsuya??” ia menatap iris cyanku dalam dalam.

Berarti dia disini dari tadi pagi? Pantas tangannya bisa sedingin itu....

“Gomen Tetsuya, aku tidak tau kalau kau tidak menyukai tindakanku waktu itu, makanya kau menghindar dariku.” Ucapnya sambil masih menggenggam tanganku, tangannya yang semula dingin perlahan mulai menghangat.

“Iiee, aku.. aku menyukainya, dan aku tidak keberatan sama sekali..” aku menundukkan wajah meronaku.

“Perlihatkan padaku, wajahmu yang manis itu Tetsuya.” Tangannya sekali lagi meraih daguku dan mengarahkan wajahku sekali lagi ke arah wajahnya.

“Aku menyukaimu Tetsuya, kau adalah milikku..” senyuman tipis yang kusuka darinya sekali lagi nampak di hadapan wajahku, rasa takut kala itu seakan sirna, dan aku pun memeluk tubuhnya erat, membenamkan wajahku di dada bidangnya.

“Aku.... aku juga menyukaimu Akashi-kun.” Aku menjawab pernyataan cintanya.

“Tidak perlu di beritahu pun aku sudah tau kau akan menjawab seperti itu Tetsuya.” Bibir kami pun sekali lagi bersambut, kali ini benar benar manis dan hangat, ditambah tangan Akashi-kun yang menyentuh lembut kedua belah pipiku, sorot lampu yang terang, salju yang perlahan turun dan bintang bintang di langit lah yang menjadi saksi bisu kami saat itu, menjadi saksi untuk penyatuan rasa cinta kami berdua, walau pun awalnya ada sedikit keraguan, namun semua sudah kembali berjalan dengan lancar.

“Aku, ingin menghabiskan malam ini berdua denganmu Tetsuya..” dia sekali lagi tersenyum untukku.

Tanpa pikir panjang, aku pun mengiyakan tawarannya dan aku menghabiskan sisa malam itu hanya berdua dengannya, di kamarnya, Akashi-kun memperlakukanku dengan lembut, semua sentuhannya hanya bisa membuatku semakin terpesona dengannya, semuanya, aku menyukai semua hal tentang Akashi-kun.

“Aku menyukaimu Tetsuya..” ucapnya sambil mendorong sesuatu di bawah sana dengan lebih cepat lagi.

“Aku juga menyukaimu Akashi-kun, aku adalah milikmu satu satunya.” Aku berusaha menahan rasa sakit yang ditimbulkan sekeras yang aku mampu, namun tak bisa, dan aku hanya bisa merintih.

“Tanpa kau bilang seperti itu juga, kau sudah sepenuhnya menjadi milikku Tetsuya..” kemudian ia mencium bibirku sekali lagi.

~Fin~
.
.
.

-=Author’s Note=-

Yoshaaa!!! Fic Natalnya sudah selesaai, sekarang bisa dengan tenang UTS fufufufufu, baru saja semedi mendadak ide muncul langsung di tuangkan, mengingat besok sudah UTS, jadiiii~
Ja Naaa~ Merry Christmas walau sebenarnya masih kecepatan hehehehe *giggles*

Review-nya doooong~ Boleeeeh?? *puppy eyes mode on*

Flame masih diterima dengan senang hati ;)

Mind to Review My Fic??


Mikazuki Hikari

Saturday, November 23, 2013

The Word of Sakura

0

The Word of Sakura
By : Mikazuki_Hikari

Disclaimer     : Fujimaki Tadatoshi ©

This Fic belongs to Mikazuki_Hikari

Rate               :  T

Genre             : Romance

Pairing           :  Aomine Daiki x Kuroko Tetsuya

Warning         :  Shonen-Ai, Typo(s), EYD tidak sesuai aturan, Male x Male, Alternate Universe (AU), Out of Character (OOC).


.
.
.

The Word of Sakura
Mikazuki Hikari ©
.
.
.

Sinar mentari menyapa hangat dari bilah kaca jendela, semilir angin meniup helai bunga sakura yang bermekaran, aroma dari kayu jati yang dibuat oleh rak buku perpustakaan dan harum manis sakura pun terasa lembut dihidung, benar benar membuat hati terasa nyaman

Kuroko Tetsuya menjingkatkan kakinya mengambil buku dari rak yang paling tinggi, suasana perpustakaan yang sangat sepi memang cocok untuk dirinya, ia melangkahkan kakinya melihat lihat buku apa yang hendak diambilnya lagi di lorong yang dibuat oleh rak buku kayu itu.

Melihat buku yang tersusun rapi berdasarkan ke dua puluh enam alphabet itu perlahan, tangannya menyusuri tepian buku dengan teliti, sampai dijumpainya sebuah permukaan yang besar dan dingin, tanpa ia sadari itu adalah telapak tangan dari seseorang.

‘Orang lain diperpustakaan selain aku?’ begitu batin mungil Kuroko bertanya tanya, siapakah orang asing ini? Tak pernah dijumpainya seorang pun kecuali penjaga perpustakaan dan murid yang memang belajar kelompok, itu pun di saat jam pelajaran, namun sekarang? Ini sudah jam pulang sekolah, Kuroko mengalihkan pandangannya ke arah tangan itu dan mencoba melihat seperti apa wajah pemiliknya.

“Ah, kau mau mengambil buku yang itu juga ya??” seru si pemuda yang merasa tangannya tersentuh oleh tangan milik Kuroko.

‘Aomine Daiki??’ atlit basket andalan sekolah? Si pembenci buku yang sering menjadi sorot utama koran sekolah? Sedang apa dia disini??’ batin Kuroko yang tidak berani mengucapkan sepatah kata pun pada si lawan bicara.

Kuroko tidak menjawab, ia hanya mengambil sebuah ekspresi datar yang biasa dia buat, anehnya Aomine malah tersenyum.

“Iie, aku tidak jadi ambil yang itu kau saja.” Merasa tak enak dengan Aomine yang lebih dahulu menyentuh buku itu, Kuroko tidak jadi mengambil buku yang tadi ingin ia ambil.

Kuroko melangkahkan kakinya keluar dari antara rak rak buku yang menjulang tinggi itu, pergi ke sebuah meja di dekat jendela dan duduk di bangku kecil yan ia tarik keluar dari bawah meja.

Aomine melangkah mendekat ke arah Kuroko, duduk disebelahnya,ia mulai membalikkan halaman bukunya perlahan.

Kuroko mencuri pandang ke arah Aomine, melihat ekspresi pemuda berkulit hitam itu, ‘nampaknya dia tidak pernah membaca buku.’ Batin Kuroko yang kemudia tertawa kecil melihatnya.

Aomine menyadari tertawaan kecil dari anak itu, iris indigo-nya melirik ke arah iris ocean blue itu dan sesaat kemudian bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman.

“Ada apa kau tertawa?” tanya Aomine yang masih tersenyum melihat ekspresi manis dari tawa pemuda mungil tersebut.

“Kau tidak terbiasa membaca buku ya?” Kuroko tersenyum manis pada Aomine.

“Ditanya malah balas bertanya, harusnya kau jawab dulu pertanyaanku.” Aomine menjatuhkan lembaran halaman yang ada di jemarinya, pandangannya masih tertuju pada Kuroko.

“Aku lucu melihat orang sepertimu membaca buku.” Kuroko memperlebar senyumannya matanya membesar seiring senyumnya yang diperlebar, wajahnya manis sekali, kulitnya yang putih semakin terlihat bercahaya akibat sorot sinat mentari dari belakang.

“Pfftt... kau kira orang sepertiku tidak boleh membaca buku??” Aomine mengangkat sebelah alisnya, dan terkekeh.

“Iiee, aku senaang orang sepertimu bisa menghargai sebuah karya tulisan, dan mau belajar mengerti makna dan keindahan didalamnya.” Kuroko masih menyambut hangat senyuman Aomine.

“Namamu siapa?” tanya Aomine yang memang belum pernah kenal dengan Kuroko.

“Tetsuya, Kuroko Tetsuya.” Kuroko membalik halaman bukunya, wajahnya nampak tenang dan damai.

“Aomine Daiki.” Ia memperkenalkan dirinya juga.

Kuroko kembali membaca buku di hadapannya, Aomine melirik kearah tumpukkan buku yang Kuroko susun rapi disebelah siku-nya, sorot matanya bingung, buku sebanyak itu, apa dia habis membacanya yaa?? Batin Aomine.

Aomine kembali membalikkan halaman bukunya dengan cepat, matanya menyelia seluruh tulisan yang ada di buku itu, sesekali ia menguap dan meregangkan tubuhnya, udara yang nyaman memang membuat ia mengantuk, namun ia harus tetap fokus pada tujuannya, memandangi Tetsu...

Aomine sudah lama menyukai Kuroko, berawal dari saat ia melihat anak mungil itu memberi makan seekor kucing kecil yang ia temui dijalan, ia menyukai ekspresi manis anak itu, yang menurutnya sangat jarang ia temui pada orang sebayanya.

Sesekali ia menatapi surai biru muda itu melambai ditiup angin, sorot konsentrasi mata biru itu yang menatap tinta hitam pada lembaran putih yang mulai memudar warnanya, dan sesekali ekspresi itu berubah menjadi senyum manis atau tawaan kecil, entah ada adegan lucu pada buku itu, namun Aomine tidak ambil pusing, ia hanya ingin menikmati ekspresi Kuroko yang jarang sekali ia lihat dari jarak sedekat ini.

“Tetsu...” Aomine mengangkat tubuhnya, ia mengambil helai bunga sakura yang jatuh menimpa halaman buku yang sedang dibaca Kuroko, tanpa ia sadari tangan mereka bersentuhan karena Kuroko memang ingin membalik halaman buku itu.

“Aaah... waruii, aku tidak bermaksud...” wajah Aomine merona.

“Aaah, tidak apa..” diluar dugaan Aomine, wajah pria itu mengeluarkan semburat merah muda yang sedikit samar.

“Pfftt...” Aomine menahan tawanya.

“Apa?” Kuroko melirik ke arah Aomine, ia bingung kenapa pria itu menahan tawanya, apa ada yang lucu pada dirinya ia tidak tau.

“Iie.” Aomine tersenyum, sebenarnya ia sangat menikmati wajah Kuroko yang merona barusan, menurutnya sangat manis.


.
.
.
Seminggu berselang, mereka pun semakin sering bertemu di perpustakaan itu, sesekali Kuroko mencoba merekomendasikan sebuah buku pada Aomine namun memang dasar Aomine yang tidak suka membaca, ia pun hanya sekedar melihat, tidak membaca, Ia sering terkejut mendengar cerita Kuroko yang seakan sudah menghapal seisi buku di perpustakaan itu, dari Index, sampai halaman terakhir, Kuroko pun suka sebal dibuatnya, namun bukan Aomine namanya kalau tidak bisa mengelak dari amarah Tetsu yang menurutnya malah manis dimatanya, karena wajahnya yang mengernyitkan dahi membuatnya semakin menyukai tiap ekspresi yang dia lukiskan diwajahnya.

Kuroko yang mulai dekat dengan Aomine mulai terbiasa dengan kehadiran pria itu di perpustakaan, ia yang tadinya hanya sendiri di perpustakaan, kini ada seseorang yang menemani, canda dan tawa ia rasakan dalam rentang waktu seminggu bersama Aomine, dan secara bertahap ia mulai menyukai pria itu, setiap hari ia menunggu pintu tua perpustakaan itu berderit terbuka dan sosok Aomine yang tersenyum masuk dari balik pintu itu, memanggil namanya dan kemudian duduk disebelahnya.

Seiring berjalannya waktu, Kuroko terkadang suka merasa canggung berada di dekat Aomine, dirinya yang tadinya hanya menganggap Aomine sebagai orang yang biasa biasa saja, namun kini kehadirannya menyebabkan hatinya bedebar, senyumannya yang tadinya biasa biasa saja, menjadi suatu hal yang ia nantikan setiap harinya, terlebih tangannya yang suka membelai lembut surai biru mudanya, Kuroko sangat menyukai hal tersebut, tidak ia sangka, seorang Aomine yang ia kira sangat tidak menyukai buku, adalah seseorang yang begini baik, beda dari persepsi awalnya.

“Naa Tetsu.” Panggil Aomine.

“Nani ka?” tanya Kuroko.

“Aku, ingin tahu kenapa kau begitu suka menyendiri di perpustakaan?” tanya Aomine.

“Ah.....” Kuroko menundukkan Kepalanya, pertanyaan yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

“Aku.... hanya tidak ingin berada di luar, kehadiranku, tidak diterima banyak di masyarakat, tapi buku buku ini, mereka semua menerimaku, dan aku bisa menerima mereka..” Kuroko mencoba untuk tersenyum.

“Kalau begitu mulai besok, aku tidak akan datang kemari lagi....” tukas Aomine.

Mata Kuroko terbelalak, pupil matanya mengecil, ia melihat Aomine berdiri dari bangku yang ia duduki melangkah keluar dari perpustakaan, jujur, ia merasa sangat terpukul dengan perkataan Aomine barusan.

Ia memang sudah memprediksi hal ini sebelumnya, jadi ia sudah bisa mempersiapkan diri untuk hal yang terburuk sekalipun.

.
.
.
-=Keesokan Harinya=-

Benar saja, Aomine tidak lagi datang ke perpustakaan, kali ini ia benar benar sendiri, seperti sedia kala, hanya ada dirinya dan rak rak buku yang berjajar rapi, dengan berjuta pengetahuan dan cerita didalamnya.

Dikelilingi begitu banyak pengetahuan seperti ini harusnya sudah biasa buat Kuroko, namun dengan tidak adanya Aomine ia merasa sepi dan hampa, biasanya Aomine mendengkur disebelahnya, atau mencoret coret halaman buku yang ada dan berakhir kena gamparan buku oleh Kuroko, semua pemandangan itu, seketika nampak jelas saat Kuroko menatap nanar kelangit, bagaikan kanvas yang diisi berbagai macam lukisan, ia bisa melihat sorot film singkat kenangannya bersama Aomine, dari saat mereka bertemu, hingga kejadian yang membuat ia sedih kemarin, andai saja ia tidak memberitahu Aomine hal tersebut, ia pasti tidak akan pergi, batinnya.

Sesuatu yang hangat mengalir dari mata Kuroko saat kaleidoskop ingatan itu mencapai bagian akhirnya, di kepalanya masih terasa dekap tangan Aomine yang menyapa halus surainya, ia menangis, belum pernah ia menangis karena seseorang sebelumnya, matanya menatap ke arah bulir air mata di jemarinya, sesuatu di dalam hatinya mengatakan kalau ia harus segera keluar dari perpustakaan.

Ia merasakan handphone di sakunya bergetar, ia mengambilnya dengan segera dan melihat lurus ke layar handphone, sebuah nomor asing tanpa nama mengirim sebuah surat elektronik yang ditujukan padanya.

085xxxxxxxx2
Keluar dari perpustakaan sekarang
Aku menunggumu di bawah pohon yang tepat berada di depan jendela perpustakaan

-Aomine Daiki-

Begitu bunyi pesan yang muncul di layar handphone Kuroko, hatinya semakin bersemangat, namun ia takut, ia akan berhadapan dengan dunia luar lagi, dunia yang selama ini menolaknya, namun ia berfikir, disana ada Aomine, bukankah tidak salah kalau aku menemuinya dan mengajaknya kembali ke perpustakaan bersamaku? Begitu pikirnya.

Kuroko bergegas berlari keluar dari perpustakaan, ia berlari sampai pintu belakang sekolah, semburat jingga menerpa kulitnya saat ia sudah berhasil mencapai halaman belakang sekolah, ia dapat melihat Aomine berdiri dibawah sebuah pohon, menunggunya dari tadi.

“Aomine-kun....” nafas Kuroko memburu, ia tersengal akibat berlari.

“Akhirnya kau keluar juga Tetsu.” Aomine tersenyum, melangkahkan kakinya mendekat kearah Kuroko dan mendekap tubuh mungil anak itu.

“Doushite...??” Kuroko terkejut saat Aomine mendekap tubuhnya.

“Hmm??”

“Aku kira kau membenciku, dan tidak akan mau bertemu lagi denganku, makanya hari ini kau tidak datang...” ujar Kuroko, nada bicaranya terkesan gemetar, ia mencoba menahan air matanya.

“Iie, justru sebaliknya, aku menyukaimu Tetsu.” Aomine tersenyum.

“Su...ka...?” wajah Kuroko mengeluarkan semburat kemerahan.

“Memang kalau aku tidak suka denganmu, buat apa aku bela bela diri datang ke tempat yang jelas tidak aku suka? Aku mau menghabiskan hariku diperpustakaan karena aku ingin melihatmu, orang yang aku suka dari dekat..” Aomine tersenyum manis menatap manik ocean blue yang berkaca kaca itu.

“Tapi kulihat kau tidak suka saat aku memberitahu alasanku di perpustakaan selama ini...” Kuroko menyatakan apa yang mengganjal dipikirannya sedari tadi pada pria itu, ia pun takut mendengar jawaban Aomine.

“Iiee, aku justru ingin membawamu keluar dari tempat itu, menunjukkan padamu bahwa dunia luar itu menyenangkan, memang menyenangkan melihatmu di perpustakaan, tapi alangkah inginnya aku melihat ekspresi manismu itu di dunia yang luas ini, tanpa halangan dinding pembatas yang kau buat di tempat itu.” Aomine mendekap tubuh Kuroko semakin erat.

Tesentuh dengan ucapan Aomine, Kuroko yang terkenal tidak pernah berekspresi lain selain tersenyum, menangis sejadi jadinya di dekapan tubuh Aomine.

“Aku jugaa, memang menyenangkan dikelilingi begitu banyak pengetahuan, namun....” Kuroko terisak.

“Namun seminggu bersamamu, bagaikan aku melihat suatu kisah nyata yang aku bahkan tidak bisa memprediksi kelanjutannya dan tidak tahu akhirnya, semuanya menyenangkan, maka dari itu.... aku..... ingin melihat dari kelanjutan kisah itu, dan menyusulmu kemari.” Kuroko menatap iris indigo itu dengan mata yang berkaca kaca.

“Kau ini.... memang menarik sekali untuk  dilihat Tetsu...” Aomine mencium bibir mungil Kuroko lembut, melelehkan anak itu serta melelhkan hatinya yang membatu dalam sebuah ciuman yang manis dan hangat.

Wajah Kuroko sontak memerah, matanya menatap bingung ke arah Aomine, lalu ia berkata dengan mantap “Tunjukkan padaku, kelanjutan kisah bagaimana sang pangeran yang berhasil mengeluarkan sang putri dari menara tinggu yang selama ini menahannya!!” mata Kuroko menatap penuh harap ke arah Aomine.

Aomine terkejut mendengar analogi yang dipakai oleh Kuroko barusan, dan mencoba menahan tawanya ‘Tetsu, sampai berapa kali kau berhasil membuat aku tertarik padamu hah??’ begitu batinnya, Aomine pun tersenyum manis ke arah Kuroko.

“Tentu Tetsu, akan kuperlihatkan, bagaimana sang pangeran bisa membahagiakan sang putri manis itu.” Aomine membelai lembut pipi Kuroko.

“Aku menyukaimu Aomine-kun..”

“Aku sangat menyukaimu Tetsu..” Aomine mendekap tubuh anak itu sekali lagi.


~Fin~

Thursday, November 14, 2013

Pertumbuhan Penduduk

0

Penduduk adalah orang-orang yang berdomisili secara tetap dalam wilayah suatu negara untuk jangka waktu yang lama

Semakin hari jumlah penduduk semakin bertambah dan mengakibatkan ledakan jumlah penduduk
hal ini biasanya disebabkan oleh meningginya angka kelahiran yang ada di tengah tengah masyarakat.

Secara umum Pertumbuhan penduduk bias didefinisikan sebagai perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran.

Seiring waktu berjalan,di Indonesia pertumbuhan penduduk sangat pesat sekali akibatnya pemertintah kewalahan mengatasinya. Akibatnya Indonesia mengalami ledakan penduduk,tetapi yang hanya mengalami pertumbuhan penduduk sangat pesat berada di pulau Jawa,sedangkan di pulau Sumatera,Kalimantan,Sulawesi dan Papua pertumbuhan penduduk sangatlah rendah. Penyebab utama ledakan penduduk di pulau Jawa ialah transmigrasi dari luar daerah ke daerah Jawa,sehingga menurunya penduduk di pulau-pulau lain selain pulau Jawa. Apa itu pertumbuhan penduduk? Pertumbuhan penduduk adalah pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, imigrasi dan emigrasi.
Banyak faktor utama penyebab ledakan penduduk iyalah kelahiran (pronalitas).
 
Penyebab Pertumbuhan Penduduk:
1.Kawin usia muda
2. Pandangan “banyak anak banyak rezeki”
3. Anak menjadi harapan bagi orang tua sebagai pencari nafkah
4. Anak merupakan penentu status sosial
5. Anak merupakan penerus keturunan terutama anak laki-laki.
6. Program KB (Keluarga berencana) tidak berjalan sesuai rencana
selain dari faktor kelahiran,ada faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan penduduk sangat cepat,yaitu sedikitnya jumlah kematian daripada jumlah kelahiran

Lebih banyak jumlah kelahiran dari pada jumlah kematian,akibat dari:
1. Meningkatnya kesadaran penduduk akan pentingnya kesehatan
2. Fasilitas kesehatan yang memadai
3. Meningkatnya keadaan gizi penduduk
4. banyaknya tenaga medis seperti dokter, dan bidan
Faktor faktor tersebut yang mengurangi jumlah kematian,akibatnya penduduk semakin banya. Jadi faktor kesehatan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan penduduk

Ciri-ciri kependudukan di Indonesia:
1. Jumlah penduduk yang besar
2. Pertumbuhan penduduk yang cepat
3. Penyebaran yang tidak merata
4. Struktur umur penduduk yang muda
5. Tingkat sosial ekonomi yang rendah.
Upaya pemerintah dalam menangani pertumbuhan penduduk di indonesia sudah cukup banyak yaitu program KB (Keluarga berencana)
Tujuan dari Program KB ini meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan keluarga kecil yang bahagia, sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran, sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya pertambahan penduduk di Indonesia.

Pelaksanaan Program Keluarga Berencana di Indonesia berpijak pada dua landasan :
1. Prinsip kepentingan nasional
2. Prinsip sukarela, demokrasi dan menghormati hak azazi manusia.
Karena berpijak pada prinsip sukarela maka usaha yang dilakukan merangsang minat masyarakat terhadap pelaksana Keluarga Berencana. Adapun usaha-usaha yang dilakukan antara lain melalui pendidikan, penyuluhan dan pendekatan medis. Kegiatan penerangan dan penyuluhan ditujukan pada masyarakat umum agar setiap anggota masyarakat memiliki pengertian dan rasa tanggung jawab akan terciptanya keluarga sejahtera dengan menerima norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.

Thursday, October 24, 2013

Kebudayaan yang Hilang dari Masyarakat Indonesia

1

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan di zaman modern seperti ini sedikit banyaknya sudah banyak dilupakan, seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi yang terus menerus berkembang sangat pesat. Tidak heran kalau bisa kita lihat di lingkungan sekitar kita teknologi sudah merajai sebagian besar pola hidup masyarakat.
Modernisasi yang terjadi mengakibatkan orang orang terlebih orang Indonesia melupakan khasanah budaya aslinya karena terus menerus terhanyut dalam perkembangan teknologi, akibat dari melupakan beberapa nilai nilai dan contoh dari suatu kebudayaan serta sedikit dari masyarakat yang mencoba untuk melestarikannya, lama kelamaan kebudayaan itu akan menghilang dengan sendirinya.

Indonesia adalah negara yang indah yang kaya akan kekayaan alam dan budaya. Lebih dari 20 suku terdapat di Indonesia dan lebih dari 100 budaya ada di Indonesia. Tetapi sayangnya, dari tahun ke tahun seiring dengan bertumbuhnya perkembangan gaya hidup dan teknologi, kebudayaan asli indonesia terlihat sangat ketinggalan zaman. Banyak dari warga indonesia yang kurang peduli bahkan ada yang tidak peduli tentang budaya Indonesia

Contoh Kebudayaan yang Terlupakan dan Pada akhirnya direnggut oleh bangsa lain
No.       Kesenian dan Budaya      Asal                       Direbut Oleh
1.         Batik                              Jawa                      Adidas
2.         Naskah Kuno                 Riau                       Malaysia
3.         Naskah Kuno             Sumatra Barat            Malaysia
4.         Naskah Kuno             Sulawesi Selatan         Malaysia
5.         Naskah Kuno             Sulawesi Tenggara      Malaysia
6.         Rendang                     Sumatra Barat            WN Malaysia
7.         Sambal Bajak              Jawa Tengah             WN Belanda
8.         Sambal Petis                Riau                          WN Belanda
9.         Sambal Nanas              Riau                         WN Belanda
10.       Tempe                          Jawa                         Perusahaan Asing
11.       Lagu Rasa Sayang Sayange     Maluku            Malaysia
12.       Tari Reog Ponorogo      Jawa Timur                Malaysia
13.       Tari Soleram                   Riau                       Malaysia
14.       Lagu Injit – Injit Semut            Jambi   Malaysia
15.       Alat Musik Gamelan   Jawa    Malaysia

Dari berbagai contoh yang diperlihatkan, banyak sekali budaya yang terlupakan sehingga berujung sia sia, alangkah lebih baiknya jika kita melestarikan ciri khas budaya kita, padahal apabila kita bisa melestarikan budaya budaya tersebut, banyak nilai positif yang bisa kita ambil dari kebudayaan kebudayaan tersebut.

Wednesday, October 2, 2013

Tugas Kimia 1

2

  1. 1.       Apa yang dimaksud dengan materi ?
  2. 2.       Jelaskan yang dimaksud  dengan :

·         Unsur
·         Senyawa
·         Campuran Homogen
·         Campuran Heterogen
·         Sifat ekstrinsik
·         Sifat intrinsik
·         Perubahan Fisika
·         Perubahan Kimia

Jawaban :
  1. 1.       Materi adalah  :  segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang.
  2. 2.       a. Unsur  : zat Kimia yang tidak dapat dibagi lagi dalam bentuk yang lebih sederhana atau lebih kecil

          b. Senyawa : Suatu gabungan yang terdiri dari dua unsur atau lebih yang bergabung secara kimia                   dengan perbandingan tertentu dalam setiap molekuklnya
          c. Campuran Homogen  : campuran yang terdiri diantara dua zat atau lebih yang apabila partikel                 partikel penyusunnya itu tidak bisa lagi dibedakan. Memiliki bagian penyusun yang sama, dan kerap               disebut sebagai larutan.
          d. Campuran Heterogen  : campuran antara dua macam zat atau lebih yang partikel-partikel penyusunnya masih dapat dibedakan satu sama lainnya. Dapat dibedakan menjadi  2 Koloid dan Suspensi
e. Sifat Ekstrinsik   :  Sifat yang besarnya tergantung pada jumlah atau ukuran materi
f. Sifat Intrinsik      : Sifat yang besarnya tidak tergantung pada jumlah atau ukuran materi.
g. Perubahan Fisika  :  Perubahan pada zat yang tidak menghasilkan zat baru
   Ciri-ciri perubahan Fisika  : tidak terbentuk zat baru
                                                        Zat yang berubah dapat kembali ke wujud semula
                                                        Hanya diikuti oleh perubahan sifat Fisika saja
h.  Perubahan Kimia   : Perubahan pada zat yang menghasilkan zat jenis baru
   Ciri-ciri perubahan Kimia  : terbentuk zat baru
                                                        Zat yang berubah tidak dapat kembali ke wujud semula

                                                        Diikuti oleh perubahan sifat Kimia melalui reaksi Kimia

Unite

0

Unite
By : Mikazuki_Hikari
Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi ©
This Fic belongs to Mikazuki_Hikari
Rate : T
Genre : Romance
Pairing : Aomine D, Kuroko T
Warning : Shonen-Ai, Typo(s), EYD tidak sesuai aturan, Male x Male, Alternate Universe (AU), OOC
Don't Like Don't Read
I have warned you
.
.
.
"Semoga di jalan pulang ketemu jodohmu yaaa!" teriak Kise di kejauhan

Kuroko menyusuri jalan pulang, ia membeli beberapa bahan mentah dari supermarket dan membeli beberapa perlengkapan sekolah. Tanpa disadari saat itu hujan turun deras sekali dan Kuroko tidak membawa payung jadi terpaksa ia meneduh di depan supermarket.
Dari belakang Kuroko merasakan ada tangan yang menepuk bahunya, seorang pria tinggi berkulit gelap dan berambut indigo menghampirinya.
"Kenapa menatap nanar terus kelangit, hujan itu tak akan berhenti hanya dengan menatap kearahnya." Ucap pria itu.
"A-aku tak membawa payung." Wajah Kuroko mengeluarkan semburat merah.
"Pfftt..." pria itu menahan tawanya.
"Apanya yang lucu?" tanya Kuroko.
"Kau." Pria itu tertawa
Kuroko memalingkan wajahnya yang merona.
"Aomine Daiki." Pria itu memperkenalkan dirinya.
"Tetsuya K-kuroko." Kuroko memperkenalkan dirinya.
"Tetsu, kau tidak bawa payung kan?" tanya Aomine.
'Tetsu? Pria ini sok akrab betul, baru bertemu sudah memanggilku dengan nama depan.' Batin Kuroko.
"Iya aku tidak bawa." Jawab Kuroko.
"Ini kita bisa pakai payungku." Aomine membuka payungnya.
"Tapi rumahku jauh dari sini." Ucap Kuroko.
"Kau bisa mampir dirumahku dulu sampai hujannya berhenti." Tawar Aomine.
"Ta-tapi?!"
"Sudahlah tak apa." Aomine tersenyum.
"Baiklah." Kuroko mengiyakan tawaran Aomine.
Payung Aomine yang tidak cukup besar untuk memuat kedua tubuh mereka membuat perasaan canggung melanda Kuroko, tidak pernah ia sedekat ini dengan pria asing yang mendadak menawarinya untuk pulang, jalan yang basah, aroma khas hujan, dan aroma tubuh Aomine menyeruak dihidung Kuroko dan membuat hatinya berdebar debar.
"Kenapa Tetsu?"
"Iiie..." Kuroko menundukkan wajahnya yang memerah.
"Kau demam? Wajahmu memerah." Tanya Aomine.
"Tidak kok."
"Ah, kita sudah sampai." Kuroko dan Aomine menghentikan langkah kaki mereka didepan sebuah rumah yang tidak begitu besar, kira kira sama besarnya dengan rumah Kise.
"Ojamashimashita." Kuroko melangkah masuk.
"Tetsu, apa tidak sebaiknya kau berganti baju? Bajumu lembab tuh." Aomine mengangkat sebelah alisnya.
"A-aku tidak bawa baju ganti."
"Kau bisa pakai bajuku." Aomine tersenyum, kemudian melangkahkan kakinya ke kamarnya untuk mengambil pakaian.
Setiap melihat senyuman pada pria itu, mendengar nada dan cara pria itu berbicara, hati Kuroko kacau dibuatnya, setiap kali Kuroko mengingat ingat hal itu, wajahnya merona.
"Tetsu, tangkap." Aomine melemparkan selembar pakaian ke tangan Kuroko.
"Cepat lepaskan pakaianmu." Tukas Aomine.
Mendengar perkataan Aomine wajah Kuroko memerah.
"A-apa sebaiknya kau tidak melihat ke arahku?" Kuroko berusaha memalingkan wajahnya.
"Baiklah kalau itu maumu." Aomine membalikkan wajahnya.
Bagaimana hati Kuroko tidak gugup, Aomine sekarang hanya memakai selembar singlet. Kuroko bisa melihat dengan jelas lekuk tubuhnya, rasanya sekarang tidak kuat untuk menatap ke arah Aomine.
Aomine sekilas bisa melihat punggung anak itu yang ternyata ikut membalikkan badannya. Dilihatnya kalau bajunya kebesaran ditubuh mungil anak itu.
"K-kebesaran.." semburat kemerahan kembali muncul di wajah pria berambut biru itu.
"Pfftt.." Aomine menahan tawanya lagi.
"Apa yang lucu." Rona di wajah Kuroko semakin pekat.
"Iiee." Aomine masih tertawa dan kemudian mendekati Kuroko dan mengusap rambutnya.
"A-aomine-kun s-sudah makan?" Kuroko mencoba untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Belum, kenapa?" tanya Aomine.
"Aku masakkan nasi tim ayam yah?" tawar Kuroko.
"Kau bisa memasak?" tanya Aomine.
"B-bisa." Wajah Kuroko merona kembali.
"Seperti perempuan." Aomine memicingkan matanya.
Kuroko segera menyiapkan bahan bahan untuk memasak dan mulai mengiris rempah rempah yang dijadikan bumbu lalu memotong ayam.
Aomine mendekati Kuroko dan memeluk tubuh anak itu dari belakang.
"N-nani?" wajah Kuroko kembali memerah.
"Iiie.." Aomine mempererat pelukannya.
Jantung Kuroko sudah berdebar tidak karuan, wajahnya sudah seperti kepiting rebus, hela nafas Aomine yang terasa di tengkuknya pun membuat debaran jantung itu semakin cepat, ditambah tangan Aomine yang besar dan dingin tengah merangkul pinggangnya yang mungil.
"Ini sudah jadi." Kuroko meletakkan masakannya dipiring.
"A-aku suapi yah?" tawar Kuroko.
"Terserah kau." Ucap Aomine.
Mereka melangkahkan kaki ke ruang makan, disana, dengan perlahan dan hati hati Kuroko menyuapi Aomine nasi tim ayam buatannya.
"Suka.." wajah Kuroko memerah.
"Nnn?" Aomine menaikkan sebelah alisnya.
"Aku suka Aomine-kun." Kata Kuroko pelan.
Aomine mengelus rambut Kuroko sayang.
Kuroko yang sudah salah tingkah pun tanpa ia sadari menyuapi Aomine dengan sangat cepat dan membuat pria berkulit gelap itu tersedak.
"Gomen, tidak sengaja." Kuroko menyodorkan segelas air minum.
"A-arigatou." Aomine menenggak air putih yang Kuroko berikan.
"Tetsu." Panggil Aomine.
"Hai?"
"Kita kan baru saja bertemu, kenapa kau bisa dengan gamblang menyatakan kau suka padaku?" tanya Aomine.
"A-aku hanya merasa dari tadi, jantungku berdebar tidak karuan, wajahku menjadi panas saat dekat denganmu, jadi aku kira aku menyukaimu."
Aomine mendekati anak itu kemudian mengecup keningnya.
Kuroko tidak bisa berkata kata apa lagi, semburat merah di wajahnya menyiratkan seluruh perkataannya kalau tak bisa ia pungkiri, ia menyukai pria didepannya.
"Aku juga." Aomine tersenyum kemudian mengusap rambut anak itu kembali, dan memeluk tubuh ana itu erat.
Kuroko sangat menyukai sentuhan tangan Aomine dikepalanya, tanpa ia sadari ia sekarang sedang berada di pelukannya.
"Aomine-kun tidak keberatan denganku?" tanya Kuroko polos.
"Tidak, untuk apa." Aomine kembali tersenyum.
"Suka..." Kuroko mengatakannya lagi.
Aomine mengerjapkan matanya.
"Aku suka Aomine-kun, dan kupikir aku tidak akan menyukai siapapun lagi kecuali Aomine-kun." Tukas Kuroko.
"Ano saa..." Aomine menundukkan wajahnya.
"Nani?"
"Sebenarnya aku sudah punya pacar, namanya Kise, namun akhir akhir ini aku jenuh dengannya, maka dari itu aku sekarang sedang mencari pasangan baru, aku lebih suka orang dengan sifat sepertimu, jujur saja." Tukas Aomine.
Mata Kuroko terbelalak, baru saja ia mendengarkan Aomine menyebutkan nama Kise, dan menyebut Kise sebagai kekasihnya, debaran jantung itu serasa terhenti seketika, dan berganti menjadi sebuah rasa sakit yang amat sangat.
"K-kise itu... sahabatku." Suara Kuroko gemetar.
"Sou..."
"Kenapa Aomine-kun tidak mencoba jujur sama Kise-kun?" tanya Kuroko yang mencoba untuk menutupi rasa sakit dihatinya.
"Aku takut dia marah."
"Kenapa tak coba bicara saat suasana hatinya sedang baik?" tanya Kuroko.
Aomine tidak menjawab.
"Kalau begitu terserah Aomine-kun saja.." Kuroko hanya bisa pasrah.
Aomine mendekap tubuh anak itu sekali lagi, Kuroko membalas pelukan itu tangan mungilnya yang gemetar mencengkram erat bagian belakang baju Aomine, Aomine pun mempererat pelukan mereka.
"Hujannya belum berhenti, ini sudah malam, bagaimana kalau kau menginap disini?" tawar Aomine.
Kuroko menganggukkan kepalanya.
"Aku sudah mengantuk, Aomine-kun tidak tidur." Kuroko mengusap matanya.
"Tidak, aku mau nonton dulu, kau bisa tidur ditempat tidurku."
"Baiklah, oyasumi." Ucap Kuroko.
"Oyasumi" Aomine mengecup kening anak itu.
-=Keesokan paginya=-
Langit mendung yang semalam sudah kembali menjadi cerah, cahaya matahari menembus jendela rumah Aomine terasa hangat di tubuh Kuroko yang membukakan tirai jendela itu.
"Aomine-kun, ohayou." Kuroko menghampiri kursi yang ditiduri Aomine.
Tidak ada respons dari pria yang ada terbaring pulas dikursi didepannya.
"Aomine-kuun, sudah pagii." Kuroko mengguncang tubuh Aomine.
"Sebentar lagi..." gumam Aomine.
Aomine bangkit dari posisinya dan merebahkan tubuh Kuroko dikursi, kemudian menjilat pipi mulus Kuroko.
"Aomine...kun" mata Kuroko terbelalak, wajahnya sudah merah padam.
"G-gomen." Aomine menghentikan tindakannya.
"A-aku sudah siapkan makanan, tinggal kau makan saja, aku mau pulang dulu." Kuroko mengemasi barang barangnya.
"Oooh, jadi sudah mau pulang?" tanya Aomine.
"Iya."
"Anooo..." panggil Aomine.
"Nani?"
"Ini aku beri alamat e-mailku, jadi aku bisa menghubungimu." Aomine menyerahkan selembar kertas yang berisikan alamat e-mailnya.
"Ok, aku pulang dulu ya." Kuroko tersenyum.
"Tetsu.." Aomine mendekati Kuroko dan mengecup jidat Kuroko.
"Hati hati dijalan." Aomine tersenyum.
"Unnn..." Kuroko melangkahkan kakinya menjauhi rumah Aomine.
-=Seminggu Kemudian=-
Kuroko mengambil handphonenya dan mengirim sebuah e-mail ke ponsel Aomine
[Oiia, Aomine-kun aku mendengar Kise sudah seminggu ini tidak dirumah, kau tahu kenapa?] tanya Kuroko.
[Tidak, aku belum dengar]
[ sudah di e-mail?] tanya Kuroko
[Ini barusan sudah, tapi belum dijawab]
[Anoo, Aomine-kun, kukira aku mengganggu hubungan kalian, dan aku yang menyebabkan Kise-kun seperti ini ._.]
[Tidak kok =w=]
[Iya...]
[Sou... errr, sudah yah aku mau mengerjakan tugasku dulu]
[Baiklah... sampai besok ^^]
[ =w= ]
-=Rumah Kuroko=-
"Aomine-kun kenapa mendadak menjadi dingin seperti itu yah..." batin Kuroko
"Apa aku kerumah Aomine-kun saja yah..." Kuroko tertunduk lesu.
-=Rumah Aomine=-
"Aomine-kun." Panggil Kuroko dari luar pintu.
"Aomine-kun..." Kuroko mengetuk pintu rumah Aomine.
Saat Kuroko mengetuk pintu rumah tersebut pintu itu ternyata tidak terkunci, dan Kuroko melangkah masuk.
"Aomine-kun aku masuk yah, pintunya tidak dikunci." Kuroko menyusuri selasar rumah Aomine.
Sayup sayup Kuroko bisa mendengar bunyi desahan yang mengacu pada ruang televisi Aomine, perlahan Kuroko melangkahkan kakinya menuju ruangan tersebut.
Kuroko terperangah, tubuhnya gemetar dan terkulai lemas sehingga terjatuh dihadapan sepasang kekasih itu.
"Kurokocchi!" ucap Kise yang masih dicumbu oleh Aomine.
Kuroko tidak menjawab air mata sudah membanjiri pipinya, ingin rasanya ia teriak saat itu namun suaranya tidak keluar.
"Kau sudah lihat sendiri, pergilah, aku tidak mau melihatmu lagi." Tukas Aomine.
Kuroko terbelalak mendengar perkataan Aomine barusan hatinya seperti teriris sebilah pedang, saat merasa tenaganya sudah sedikit pulih Kuroko berlari meninggalkan mereka...
.
.
.
-Kuroko POV-
Aku tidak bisa membayangkan kalau jatuh cinta bisa sesakit ini.
saat aku disakiti oleh pria itu, bahkan semua masih bisa tergambar jelas di benakku sekarang, bagaimana dia menyakitiku dengan cara yang tidak menyenangkan.
Namun dibalik semua itu, senyumannya yang lembut akan datang ke benakku jika aku menutup mata, meninggalkan sejenak kenyataan yang ada, dan tenggelam dalam khayalan sesaat yang menyenangkan, dimana aku bisa menyentuhnya sekali lagi, walau itu hanya sebatas khayalan semata.
Aku bisa merasakan kalau dia sangat berarti untukku, bahkan aku masih menyimpan kontak telefonnya, walau aku tau, dari nomor tersebut tidak akan ada e-mail baru yang masuk, tapi aku tau, bahwa akan lebih baik jika seperti ini.
Sekarang dia sudah terasa sangat jauh, jauh sekali, dan aku tau kalau semua ini jarak yang memisahkan ini sangatlah menyakitkan, ditambah lagi, sekarang aku tidak bisa lagi menyentuh tangannya lagi.
Aku duduk di sebuah kafe, tidak memesan apa apa untuk dimakan, aku hanya memesan segelas soda, dan membiarkan diriku hanyut dalam lamunan.
Sesekali kupandangi gelas sodaku, banyak buih buih disana terlepas, dan naik satu persatu dan kemudian lenyap saat aku mengaduknya.
Aku hanya berharap, kenanganku, kenangan bersama seorang Aomine Daiki, yang sudah terlanjur meleleh kedalam lubik hatiku ini, bisa perlahan naik dan menghilang dari pikiranku layaknya gelembung gelembung soda tersebut.
Detik jam terus berjalan, kulihat langit sudah menjadi gelap, dari jingga, hingga menjadi kelam seutuhnya, seiring bertambah gelapnya hari tidak ada bayangan lagi yang tersisa di sekitarku
Dulu kita sering bercanda dan tertawa bersama, aku bahagia hanya dengan adanya Aomine disisiku, namun kenyataan bahwa Aomine tidak ada lagi disini itu sudah cukup untuk membuatku hancur.
Sesaat kulihat refleksiku di cermin toko, dan yang nampak hanya seorang pria berambut biru langit, sendirian, tanpa ada sosok yang menemani disana, nampak kesepian, dan nampak bodoh.
Jujur aku belum pernah menyukai orang seperti ini sebelumnya, aku bahkan memutuskan untuk tidak menyukai siapa siapa lagi, karena menurutku, yang bisa mengisi kekosongan ini, hanya Aomine seorang.
Dan Akhirnya aku hanya bisa tertunduk lesu, aku tidak mungkin bisa berharap, saat aku menengok dan melihat cermin itu sekali lagi, ada bayangan refleksi diri Aomine disana, dan hal itu membuatku gusar, dan kembali terhanyut dalam keheningan malam.
Akhirnya aku memutuskan pulang kerumah, aku memutuskan untuk tidur, namun tidak bisa, aku hanya merebahkan kepalaku dimeja dengan segelas air ditanganku
Setiap kali aku mendengar suara pintu yang terbuka, aku mengangkat kepalaku, mengharap kedatangan seorang Aomine Daiki.
Aku berharap dia datang dan menghampiriku dan berkata, "Maaf aku terlambat Tetsu, tadi ada beberapa kendala di jalan" lalu ia menciumku dipipi sambil melepaskan jaket juga syalnya, seakan kejadian mengerikan itu tidak pernah terjadi.
Melihat ekspresinya wajahnya saat meminum kopi, juga memasak makanan buatanku, lebih menyenangkan dari pada bicara dengannya, namun aku tau membicarakan tentang kesedihan, yang muncul dimimpiku adalah hal yang tak berdaya.
Waktu beriring perlahan berjatuhan, seiring berlalunya musim, aku bisa merasakan ada suatu persimpangan yang memisahkan kita berdua dimana persimpangan itu biasa orang sebut dengan takdir, membuat kami berdua, aku dan Aomine, berada di jalan yang benar benar berbeda sekarang.
Sekarang aku berada disini sendiri karena Aomine tidak ada disini lagi, tidak ada di sampingku, hanya ada di benakku sebuah gambaran dari sebuah cinta yang semu.
Benar, sekarang pun aku masih belum terbiasa dan masih tidak terima akan pahitnya kenyataan, sesekali aku berjalan menuju arah rumah Aomine, namun pada kenyataannya aku hanya bisa melihat pintu depan rumahnya, berharap ada yang keluar dari sana dan memelukku sekali lagi.
Di pintu itu masih bisa kulihat pemandangan hujan waktu itu, dimana aku masuk kedalam dan mengutarakan perasaanku, saat pemandangan itu muncul aku berlari sekali lagi, meninggalkan rumah itu, sama seperti saat aku lari terakhir kalinya dari rumah itu.
Aku tau aku masih bisa terhubung dengannya, e-mail yang ada di urutan pertama, nama Aomine Daiki, namun setiap kali ingin menekan nomor itu keraguan muncul dari benakku, yang menghalangiku untuk menghubunginya.
Aku heran, apa yang waktu sedang ajarkan pada kita? Suatu hari nanti, apa sang waktu akan mengajarkanku untuk lupa? Lupa akan semua kepahitan ini?
Akan tiba saatnya nanti, hari ketika semua kesedihanku memudar, benar, itu bentuk hiburan penuh harapan, dan aku percaya akan hal itu.
Tapi mengapa? Semenjak Aomine-kun tidak ada lagi dalam kehidupanku, semenjak dia tidak lagi ada disini, disisiku, aku selalu semakin mengingatnya seperti lamanya keabadian yang tak terkendalikan.
Aku melangkahkan kakiku keluar dan dengan sekali lagi berharap, aku bisa menemuinya, aku melangkah ke super market itu sekali lagi, berharap aku bisa menemuinya lagi disana, saat kutunggu hingga sore hari aku hanya bisa tertunduk lesu.
Aku duduk bersandar di tiang penyangga super market itu, memejamkan mataku sejenak saat langit yang kulihat sekali lagi berubah menjadi senja, berharap yang membangunkanku nanti, adalah sentuhan tangan Aomine-kun yang lembut, mungkin terkesan mengada ada, namun aku masih percaya, keajaiban itu ada.
.
.
.
-=Beberapa Bulan Kemudian=-
Sampai sekarang aku tetap menyalahkan diriku sendiri, apa salahku, apa aku kurang baik untuknya, apa aku mengatakan hal yang salah sehingga dia begitu dingin terhadapku, apa tidak boleh aku menyukainya? Tidak bolehkah aku memiliki satu orang saja yang khusus untuk diriku sendiri? Tiap harinya seluruh pertanyaan itu bergaung di benakku, sampai membuatku tidak bisa mengontrol emosi dan diriku sendiri.
Hingga saat ini, kalau aku mengingat kembali akan wajahnya, aku tidak sanggup menahan air mataku, dari hatiku yang terdalam, aku masih bisa mendengar suaranya, bagiku, hanya dengan mengingat cara ia bicara, itu sudah cukup bagiku, maka dari itu, aku memutuskan untuk tidak akan jatuh cinta lagi.
Aku bangun dari tempat tidurku, merapikannya dan bersiap untuk pergi bekerja sambilan di sebuah mini market, kenapa aku bisa bekerja sambilan? Menurutku akan lebih mudah aku menjalani kehidupan yang seperti ini.
Aku meninggalkan apartemenku dan pergi ke stasiun yang ada dekat rumahku, menuju tempatku bekerja, hari yang biasa, pekerjaan yang biasa juga, tak ada yang berubah, sesekali aku memandangi langit, berharap kalau aku bisa bertemu dengan dia sekali lagi, yang aku ingin ucapkan padanya hanyalah satu kata, yaitu 'maaf'
Aku berusa untuk tidak menangis, karena, hanya dengan membayangkan sosoknya saja sudah membuatku sedih.
Akhirnya aku sampai di tempat kerjaku, aku terhitung pegawai baru disana karena aku baru bekerja selama 4 bulan.
Pintu toko otomatis terbuka menyambutku dan aku segera pergi kemesin kasir untuk bersiap siap dan merapikan isinya.
Karyawan yang lain juga sudah mulai berdatangan, dan dalam sekejap tempat ini seperti sudah siap untuk berbisnis.
Seorang pelanggan pertama memasuki pintu toko, siluet tubuhnya perlahan nampak jelas, dan pada akhirnya aku bisa mengenali wajahnya.
'Aomine!' batinku, aku terkejut setelah sekian laa aku menghindar dan mencoba untuk tidak bertemu dengannya, sekarang kami malah bertemu ditempat seperti ini?
Aku berusaha memalingkan wajahku saat ia mulai melangkah lebih dalam, sekeras apapun aku menghindar, pada akhirnya ia juga akan kemeja Kasir ini, satu kesempatan terakhirku untuk lari adalah meninggalkan meja kasir ini sekarang juga, namun aku bisa dimarahi bossku kalau aku membiarkan kasir dalam keadaan kosong, kalau aku berdalih nantinya, ada CCTV yang menyergapku dari atas, benar benar tidak bisa berkutik.
Saat penentuan tiba, dia akhirnya melangkah kemari sambil membawa beberapa barang ditangannya dan sebuah keranjang.
"Maaf, tolong dihitung semua-" ucapan nya terhenti dan dia melihat ke arahku.
"Kau!" aku bisa melihat pupil matanya yang mengecil karena terkejut melihatku, aku hanya bisa diam, jika aku berkata sepatah kata yang salah saja, aku bisa seakan membunuh diriku sendiri.
"Maaf tuan, tolong letakkan belanjaannya." Aku berusaha untuk tenang, menganggapnya sebaimana mestinya aku bicara pada seorang pelanggan.
"Kau, kemari sebentar!" Dia menyeret tanganku, pegawai lain yang bernama Nakatani langsung menggantikan posisiku di mesin kasir
"Maaf tuan, ini sedang jam kerja tidak bisakah kau tidak menggangguku, nanti bossku marah." Kataku untuk membuat suasana menjadi tidak semakin buruk.
"Kau sudah lupa padaku?" tanya-nya sorot matanya memelas dan sayu.
Lupa? Bagaimana aku bisa lupa pada orang yang menyakitiku tepat didepan mata kepalaku sendiri, bagaimana aku bisa mudah melupakan orang yang pertama kali dalam hidupku membuat aku hancur seperti sekarang ini? Begitu pikirku.
Aku tidak menjawab hanya bisa diam seribu bahasa.
"Tetsu..." nada bicaranya rendah.
Aku tetap tidak memberinya jawaban apapun, aku takut akan terjatuh pada perangkap yang sama untuk kedua kalinya.
Dia memeluk tubuhku, menyandarkan kepalanya di pundakku, kemudian membisikkan satu kata yang lembut ditelingaku.
"Aku merindukanmu.." begitu katanya.
Baka! Tidak kah kau hanya memberikan harapan palsu kepadaku? Apa yang terjadi denganmu? Bukankah kau sendiri yang bilang untuk tidak menemuimu lagi karena kau sudah memilih orang itu ketimbang aku? Mengapa? Mengapa jantungku masih bisa dibuat berdebar olehnya, mengapa perasaanku masih bisa kacau dibuatnya? Apa tandanya aku masih menyimpan perasaan padanya? Perasaan tiga tahun lalu yang ia sia siakan begitu saja?
"Mengapa..." ucapku lirih, dia nampak terkejut.
"Tetsu, aku... aku hancur tanpamu, aku... aku sudah putus dengan Ai..."
Putus? Putus bagaimana? Bukankah kalian saling mencintai? Bukankah kau sendiri yang memilihnya?
"Aomine-kun..."
"Tetsu, suki da yo.." dia mempererat pelukannya.
Aku tidak mengerti saat itu, entah aku harus senang atau bagaimana? Yang jelas aku hanya bisa menangis, akhirnya aku bisa merasakan kehangatan tubuhnya lagi, melihatnya di hadapanku sekali lagi, secara ajaib segala kebencian sesaatku padanya menghilang hanya dengan merasakan sentuhan tangannya.
"Kau mau kan kembali padaku?" ucap Aomine lirih.
"Iya... iya... aku mau, tapi asal kau berjanji kau tidak akan meninggalkanku lagi ya?" ucapku.
"Iya Tetsu, aku janji.. Kehilanganmu itu adalah keputusan terburuk dalam hidupku..." diciumnya bibirku perlahan dan aku meleleh didalam manisnya perasaanku sekarang, terbuai oleh segala sentuhannya dan aku bisa berkata sekali lagi.
'Ah, aku menemukannya, orang yang selama ini kucari... yang telah hilang dan kini kembali... orang yang bisa mengisi kekosongan di hatiku.'
.
.
.
-=Beberapa Bulan Kemudian=-
Aku sudah menjalin kembali hubunganku dengan Aomine, hubungan kasih yang sempat terputus, hampir genap satu bulan hubungan yang kami bangun kembali ini, dan kami banyak melewati beberapa masa indah, dan sekarang aku menjadi miliknya seutuhnya.
Namun kebanyakan orang bilang, sepasang kekasih yang tidak pernah bertengkar itu adalah mustahil, tapi aku berusaha untuk menghindari hal itu.
Sampai hal ini terjadi, hanya karena urusan nama panggilan, aku bertengkar hebat dengannya...
"Aomine-kun?"
"Ada apa Tetsu?" dia sedang sibuk dengan pekerjaannya.
"Anoo... setahuku duli saat kau dengan Kise-kun, kau memanggilnya dengan sebutan 'Ai'kalau untukku apa?..." aku menundukkan kepalaku.
Dia terdiam.
"A-aku kan menyebutmu dengan nama kecilmu.." dia mencoba untuk tertawa.
"Apa itu karena saat kau dengan Kise-kun, kau yang bilang suka ke dia jadi kau yang memperhatikan dia? Dan menyebutnya dengan sebutan Ai? Kalau denganku, karena aku yang bilang suka, jadi kau berbuat seperti ini?"
Dia terdiam kembali.
"A-aku hanya ingin diperhatikan, setidaknya seperti kau memperhatikan dia.." bibrku gemetar.
Dia masih tidak menjawab.
"Enak ya... Kise-kun diperhatikan olehmu, dipanggil Ai pula..."
"A-aku mau pulang dulu, sedang tidak enak badan.." Dia pergi meninggalkanku.
Tidak enak badan? Setahuku daritadi ia baik baik saja...
-=Keesokan harinya=-
"Aomine-kun..." aku memutuskan untuk mengundangnya kerumahku untuk membicarakan pertengkaran kami namun aku malah mengucapkan hal bodoh..
"Kalau kau ingin kembali dengan Kise-kun aku bisa bantu carikan dia.." ucapku dalam keputus asaanku.
Dari semalam Aomine-kun dingin, dan nampak kesal, aku dengan bodohnya tidak bisa membaca pikiran dia, aku hanya ingin pertengkaran ini selesai karena besok lusa adalah hari jadi kami yang ke satu bulan, namun aku gegabah dan salah ambil tindakan..
"Tidak usah..."
"Jadi mau mencari sendiri?"
"Tidak."
"Aku tau kau masi menyukainya, kalau kau mau kembali padanya aku tidak apa apa.."
"Siapa yang bilang kalau aku mau kembali padanya? SIAPA?" nada bicaranya meninggi.
"Tidak ada.."
"Siapa yang bilang aku masih menyukainya? KATAKAN SIAPAA!" kini dia benar benar marah.
"Tidak ada..."
"Aku itu menyukaimu, didalam pikiranku hanya ada kamu, yang aku pikirkan KEMARIN, HARI INI, atau LUSA YA KAMU!"
"Aku gak mau ngomong lagi! TITIK!" bentaknya
"Jadi kau gak mau bicara lagi denganku?"
B-bodoh... kenapa aku malah bicara seperti itu, aku sumpah tidak ingin mengatakan hal ini, tapi aku tau aku tidak bisa menarik ucapanku lagi, dan aku ingin mati rasanya..
"Jadi kalau itu maumu, selamat tinggal, sukses untuk kehidupanmu yang lebih baik!" dia keluar dari rumahku dan membanting pintu, kemudian dia tidak terlihat lagi...
BAKA BAKA BAKA BAKA BAKA! Apa yang aku lakukan! Apa yang baru aku katakan, kenapa sekarang aku yang merusaknya, hubungan yang selama ini berusaha aku pertahankan, tapi kenapa rasa cemburu semu ini yang menghacurkannya sekarang...
Aku tidak yakin kalau dia akan mencintaiku lagi seperti dulu, kalau dulu itu masih mungkin, namun sekarang, aku lah biang keladinya, aku yang bodoh...
Aku memutuskan untuk mengirimkan sebuah e-mail, yang berisikan permintaan maaf dan aku berjanji tidak mengulangi kesalahan itu lagi.
-=2 Hari kemudian=-
Aku berhasil menemuinya kembali, namun sekarang dia menjadi dingin... dan aku kembali menyalahkan diriku sampai setidaknya dia benar benar memaafkanku.
Dia bilang, entah dia bisa menjadi kekasihku lagi atau tidak, karena dia benar benar merasakan sakit yang tidak terperi, dan aku mengerti rasanya dan aku berusaha meraih hatinya lagi sekali lagi, karena aku tahu, bahwa masih ada harapan yang tersisa walah cahaya itu hanya sebesar titik kecil.
"Aomine-ku maafkan aku aku sudah egois, egois sekali, aku tau aku salah tapi setidaknya aku ingin berbaikan denganmu, dan aku menyesal akan perbuataku waktu itu..."
"Apa kau mau membuatku menangis lagi?"
"Aku benar benar menyesal... aku..." aku terdiam.
"Kalau tidak padamu, aku tidak tau harus melabuhkan cinta ini untuk siapa. Kalau tidak denganmu, aku tidak tau aku bisa jatuh cinta lagi atau tidak, karena aku tau aku mencintaimu, dan aku sudah jatuh cinta sangat dalam denganmu... aku ingin kau tersenyum seperti dulu, kalau kau sedih itu yang membuatku sedih... kalau kau senang itulah yang membuatku senang..."
"Aku maafin kamu tapi kamunya keras kepala..."
Aku tidak bisa menjawab..
"Aku itu menyukaimu, didalam pikiranku hanya ada kamu, yang aku pikirkan kemarin, hari ini, atau lusa yah hanya kamu"
"Dan aku gak mau ngomong lagi..."
"Aku salah paham dengan kalimat yang itu... dan asal kau tau, aku bertindak gegabah dan tolol seperti itu, karena aku hanya ingin cepat baikan sama kamu... kau tau besok hari apa?" ucapku sambil menangis.
"Apa?"
"Hari anniversary kita, yang kesatu bulan.."
Aku bisa melihat hati yang membeku itu perlahan bisa mencair walaupun perlahan, dan aku tahu, cahayanya sudah kembali walaupun masih sedikit...
"Maafkan aku Tetsu... suki da..." dia memelukku erat.
"Suka... suka.. sukaa... aku tidak tau harus bilang apa, yang hanya bisa kukatakan padamu hanya suka... iie... bukan hanya sekedar suka, aku mencintaimu Aomine-kun..."
"Aku juga Tetsu, aku mencintaimu.."
"Biarkan aku menangis sebentar karena aku bahagia, kau sudah kembali lagi..."
Dia mengelus punggungku lembut.
"Yokattaa..." Aku tenggelam sekali lagi dalam hangat tubuhnya dan aku menangis sejadi jadinya.
"Aku mencintaimu Aomine-kun..."
"Aku juga mencintaimu Tetsu..."
I used to be alone
So I had the meaning of the future all wrong
I may still deny it
Your arms are so warm
Because it's all true love and true tenderness
And me admiring your determination
Was because those were your true feelings and true strength,
I want to convey these feelings to you
Your tears
Are proof of your life
I'm also shedding the same type of tears
Your smile
Is a brilliant scenery
I too want to smile like you do.
I want to convey these feelings to you
I was struck by your honesty
And decided to keep on walking forward
Your arms are so warm
Because it's all true love and true tenderness
And me admiring your determination
Was because those were your true feelings and true strength,
I want to convey these feelings to you
Aomine Daiki & Kuroko Tetsuya
~FIN~
resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut