The Word of Sakura
By : Mikazuki_Hikari
Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi ©
This Fic belongs to Mikazuki_Hikari
Rate : T
Genre : Romance
Pairing :
Aomine Daiki x Kuroko Tetsuya
Warning :
Shonen-Ai, Typo(s), EYD tidak sesuai aturan, Male x Male, Alternate
Universe (AU), Out of Character (OOC).
.
.
.
The Word of Sakura
Mikazuki Hikari ©
.
.
.
Sinar mentari menyapa hangat dari bilah kaca jendela,
semilir angin meniup helai bunga sakura yang bermekaran, aroma dari kayu jati
yang dibuat oleh rak buku perpustakaan dan harum manis sakura pun terasa lembut
dihidung, benar benar membuat hati terasa nyaman
Kuroko Tetsuya menjingkatkan kakinya mengambil buku dari rak
yang paling tinggi, suasana perpustakaan yang sangat sepi memang cocok untuk
dirinya, ia melangkahkan kakinya melihat lihat buku apa yang hendak diambilnya
lagi di lorong yang dibuat oleh rak buku kayu itu.
Melihat buku yang tersusun rapi berdasarkan ke dua puluh
enam alphabet itu perlahan, tangannya menyusuri tepian buku dengan teliti,
sampai dijumpainya sebuah permukaan yang besar dan dingin, tanpa ia sadari itu
adalah telapak tangan dari seseorang.
‘Orang lain diperpustakaan selain aku?’ begitu batin mungil
Kuroko bertanya tanya, siapakah orang asing ini? Tak pernah dijumpainya seorang
pun kecuali penjaga perpustakaan dan murid yang memang belajar kelompok, itu
pun di saat jam pelajaran, namun sekarang? Ini sudah jam pulang sekolah, Kuroko
mengalihkan pandangannya ke arah tangan itu dan mencoba melihat seperti apa
wajah pemiliknya.
“Ah, kau mau mengambil buku yang itu juga ya??” seru si
pemuda yang merasa tangannya tersentuh oleh tangan milik Kuroko.
‘Aomine Daiki??’ atlit basket andalan sekolah? Si pembenci
buku yang sering menjadi sorot utama koran sekolah? Sedang apa dia disini??’
batin Kuroko yang tidak berani mengucapkan sepatah kata pun pada si lawan
bicara.
Kuroko tidak menjawab, ia hanya mengambil sebuah ekspresi
datar yang biasa dia buat, anehnya Aomine malah tersenyum.
“Iie, aku tidak jadi ambil yang itu kau saja.” Merasa tak
enak dengan Aomine yang lebih dahulu menyentuh buku itu, Kuroko tidak jadi
mengambil buku yang tadi ingin ia ambil.
Kuroko melangkahkan kakinya keluar dari antara rak rak buku
yang menjulang tinggi itu, pergi ke sebuah meja di dekat jendela dan duduk di
bangku kecil yan ia tarik keluar dari bawah meja.
Aomine melangkah mendekat ke arah Kuroko, duduk
disebelahnya,ia mulai membalikkan halaman bukunya perlahan.
Kuroko mencuri pandang ke arah Aomine, melihat ekspresi
pemuda berkulit hitam itu, ‘nampaknya dia tidak pernah membaca buku.’ Batin
Kuroko yang kemudia tertawa kecil melihatnya.
Aomine menyadari tertawaan kecil dari anak itu, iris
indigo-nya melirik ke arah iris ocean blue itu dan sesaat kemudian bibirnya
menyunggingkan sebuah senyuman.
“Ada apa kau tertawa?” tanya Aomine yang masih tersenyum
melihat ekspresi manis dari tawa pemuda mungil tersebut.
“Kau tidak terbiasa membaca buku ya?” Kuroko tersenyum manis
pada Aomine.
“Ditanya malah balas bertanya, harusnya kau jawab dulu
pertanyaanku.” Aomine menjatuhkan lembaran halaman yang ada di jemarinya,
pandangannya masih tertuju pada Kuroko.
“Aku lucu melihat orang sepertimu membaca buku.” Kuroko
memperlebar senyumannya matanya membesar seiring senyumnya yang diperlebar,
wajahnya manis sekali, kulitnya yang putih semakin terlihat bercahaya akibat
sorot sinat mentari dari belakang.
“Pfftt... kau kira orang sepertiku tidak boleh membaca
buku??” Aomine mengangkat sebelah alisnya, dan terkekeh.
“Iiee, aku senaang orang sepertimu bisa menghargai sebuah
karya tulisan, dan mau belajar mengerti makna dan keindahan didalamnya.” Kuroko
masih menyambut hangat senyuman Aomine.
“Namamu siapa?” tanya Aomine yang memang belum pernah kenal
dengan Kuroko.
“Tetsuya, Kuroko Tetsuya.” Kuroko membalik halaman bukunya,
wajahnya nampak tenang dan damai.
“Aomine Daiki.” Ia memperkenalkan dirinya juga.
Kuroko kembali membaca buku di hadapannya, Aomine melirik
kearah tumpukkan buku yang Kuroko susun rapi disebelah siku-nya, sorot matanya
bingung, buku sebanyak itu, apa dia habis membacanya yaa?? Batin Aomine.
Aomine kembali membalikkan halaman bukunya dengan cepat,
matanya menyelia seluruh tulisan yang ada di buku itu, sesekali ia menguap dan
meregangkan tubuhnya, udara yang nyaman memang membuat ia mengantuk, namun ia
harus tetap fokus pada tujuannya, memandangi Tetsu...
Aomine sudah lama menyukai Kuroko, berawal dari saat ia
melihat anak mungil itu memberi makan seekor kucing kecil yang ia temui
dijalan, ia menyukai ekspresi manis anak itu, yang menurutnya sangat jarang ia
temui pada orang sebayanya.
Sesekali ia menatapi surai biru muda itu melambai ditiup
angin, sorot konsentrasi mata biru itu yang menatap tinta hitam pada lembaran
putih yang mulai memudar warnanya, dan sesekali ekspresi itu berubah menjadi
senyum manis atau tawaan kecil, entah ada adegan lucu pada buku itu, namun
Aomine tidak ambil pusing, ia hanya ingin menikmati ekspresi Kuroko yang jarang
sekali ia lihat dari jarak sedekat ini.
“Tetsu...” Aomine mengangkat tubuhnya, ia mengambil helai
bunga sakura yang jatuh menimpa halaman buku yang sedang dibaca Kuroko, tanpa
ia sadari tangan mereka bersentuhan karena Kuroko memang ingin membalik halaman
buku itu.
“Aaah... waruii, aku tidak bermaksud...” wajah Aomine
merona.
“Aaah, tidak apa..” diluar dugaan Aomine, wajah pria itu
mengeluarkan semburat merah muda yang sedikit samar.
“Pfftt...” Aomine menahan tawanya.
“Apa?” Kuroko melirik ke arah Aomine, ia bingung kenapa pria
itu menahan tawanya, apa ada yang lucu pada dirinya ia tidak tau.
“Iie.” Aomine tersenyum, sebenarnya ia sangat menikmati
wajah Kuroko yang merona barusan, menurutnya sangat manis.
.
.
.
Seminggu berselang, mereka pun semakin sering bertemu di
perpustakaan itu, sesekali Kuroko mencoba merekomendasikan sebuah buku pada
Aomine namun memang dasar Aomine yang tidak suka membaca, ia pun hanya sekedar
melihat, tidak membaca, Ia sering terkejut mendengar cerita Kuroko yang seakan
sudah menghapal seisi buku di perpustakaan itu, dari Index, sampai halaman
terakhir, Kuroko pun suka sebal dibuatnya, namun bukan Aomine namanya kalau
tidak bisa mengelak dari amarah Tetsu yang menurutnya malah manis dimatanya, karena
wajahnya yang mengernyitkan dahi membuatnya semakin menyukai tiap ekspresi yang
dia lukiskan diwajahnya.
Kuroko yang mulai dekat dengan Aomine mulai terbiasa dengan
kehadiran pria itu di perpustakaan, ia yang tadinya hanya sendiri di
perpustakaan, kini ada seseorang yang menemani, canda dan tawa ia rasakan dalam
rentang waktu seminggu bersama Aomine, dan secara bertahap ia mulai menyukai
pria itu, setiap hari ia menunggu pintu tua perpustakaan itu berderit terbuka
dan sosok Aomine yang tersenyum masuk dari balik pintu itu, memanggil namanya
dan kemudian duduk disebelahnya.
Seiring berjalannya waktu, Kuroko terkadang suka merasa
canggung berada di dekat Aomine, dirinya yang tadinya hanya menganggap Aomine
sebagai orang yang biasa biasa saja, namun kini kehadirannya menyebabkan
hatinya bedebar, senyumannya yang tadinya biasa biasa saja, menjadi suatu hal
yang ia nantikan setiap harinya, terlebih tangannya yang suka membelai lembut
surai biru mudanya, Kuroko sangat menyukai hal tersebut, tidak ia sangka,
seorang Aomine yang ia kira sangat tidak menyukai buku, adalah seseorang yang
begini baik, beda dari persepsi awalnya.
“Naa Tetsu.” Panggil Aomine.
“Nani ka?” tanya Kuroko.
“Aku, ingin tahu kenapa kau begitu suka menyendiri di
perpustakaan?” tanya Aomine.
“Ah.....” Kuroko menundukkan Kepalanya, pertanyaan yang
tidak pernah ia duga sebelumnya.
“Aku.... hanya tidak ingin berada di luar, kehadiranku,
tidak diterima banyak di masyarakat, tapi buku buku ini, mereka semua
menerimaku, dan aku bisa menerima mereka..” Kuroko mencoba untuk tersenyum.
“Kalau begitu mulai besok, aku tidak akan datang kemari
lagi....” tukas Aomine.
Mata Kuroko terbelalak, pupil matanya mengecil, ia melihat
Aomine berdiri dari bangku yang ia duduki melangkah keluar dari perpustakaan,
jujur, ia merasa sangat terpukul dengan perkataan Aomine barusan.
Ia memang sudah memprediksi hal ini sebelumnya, jadi ia
sudah bisa mempersiapkan diri untuk hal yang terburuk sekalipun.
.
.
.
-=Keesokan Harinya=-
Benar saja, Aomine tidak lagi datang ke perpustakaan, kali
ini ia benar benar sendiri, seperti sedia kala, hanya ada dirinya dan rak rak
buku yang berjajar rapi, dengan berjuta pengetahuan dan cerita didalamnya.
Dikelilingi begitu banyak pengetahuan seperti ini harusnya
sudah biasa buat Kuroko, namun dengan tidak adanya Aomine ia merasa sepi dan
hampa, biasanya Aomine mendengkur disebelahnya, atau mencoret coret halaman
buku yang ada dan berakhir kena gamparan buku oleh Kuroko, semua pemandangan
itu, seketika nampak jelas saat Kuroko menatap nanar kelangit, bagaikan kanvas
yang diisi berbagai macam lukisan, ia bisa melihat sorot film singkat
kenangannya bersama Aomine, dari saat mereka bertemu, hingga kejadian yang
membuat ia sedih kemarin, andai saja ia tidak memberitahu Aomine hal tersebut,
ia pasti tidak akan pergi, batinnya.
Sesuatu yang hangat mengalir dari mata Kuroko saat
kaleidoskop ingatan itu mencapai bagian akhirnya, di kepalanya masih terasa
dekap tangan Aomine yang menyapa halus surainya, ia menangis, belum pernah ia
menangis karena seseorang sebelumnya, matanya menatap ke arah bulir air mata di
jemarinya, sesuatu di dalam hatinya mengatakan kalau ia harus segera keluar
dari perpustakaan.
Ia merasakan handphone di sakunya bergetar, ia mengambilnya
dengan segera dan melihat lurus ke layar handphone, sebuah nomor asing tanpa
nama mengirim sebuah surat elektronik yang ditujukan padanya.
085xxxxxxxx2
Keluar dari perpustakaan sekarang
Aku menunggumu di bawah pohon yang tepat berada di depan
jendela perpustakaan
-Aomine Daiki-
Begitu bunyi pesan yang muncul di layar handphone Kuroko,
hatinya semakin bersemangat, namun ia takut, ia akan berhadapan dengan dunia
luar lagi, dunia yang selama ini menolaknya, namun ia berfikir, disana ada
Aomine, bukankah tidak salah kalau aku menemuinya dan mengajaknya kembali ke
perpustakaan bersamaku? Begitu pikirnya.
Kuroko bergegas berlari keluar dari perpustakaan, ia berlari
sampai pintu belakang sekolah, semburat jingga menerpa kulitnya saat ia sudah
berhasil mencapai halaman belakang sekolah, ia dapat melihat Aomine berdiri
dibawah sebuah pohon, menunggunya dari tadi.
“Aomine-kun....” nafas Kuroko memburu, ia tersengal akibat
berlari.
“Akhirnya kau keluar juga Tetsu.” Aomine tersenyum,
melangkahkan kakinya mendekat kearah Kuroko dan mendekap tubuh mungil anak itu.
“Doushite...??” Kuroko terkejut saat Aomine mendekap
tubuhnya.
“Hmm??”
“Aku kira kau membenciku, dan tidak akan mau bertemu lagi
denganku, makanya hari ini kau tidak datang...” ujar Kuroko, nada bicaranya
terkesan gemetar, ia mencoba menahan air matanya.
“Iie, justru sebaliknya, aku menyukaimu Tetsu.” Aomine
tersenyum.
“Su...ka...?” wajah Kuroko mengeluarkan semburat kemerahan.
“Memang kalau aku tidak suka denganmu, buat apa aku bela
bela diri datang ke tempat yang jelas tidak aku suka? Aku mau menghabiskan
hariku diperpustakaan karena aku ingin melihatmu, orang yang aku suka dari
dekat..” Aomine tersenyum manis menatap manik ocean blue yang berkaca kaca itu.
“Tapi kulihat kau tidak suka saat aku memberitahu alasanku
di perpustakaan selama ini...” Kuroko menyatakan apa yang mengganjal
dipikirannya sedari tadi pada pria itu, ia pun takut mendengar jawaban Aomine.
“Iiee, aku justru ingin membawamu keluar dari tempat itu,
menunjukkan padamu bahwa dunia luar itu menyenangkan, memang menyenangkan
melihatmu di perpustakaan, tapi alangkah inginnya aku melihat ekspresi manismu
itu di dunia yang luas ini, tanpa halangan dinding pembatas yang kau buat di
tempat itu.” Aomine mendekap tubuh Kuroko semakin erat.
Tesentuh dengan ucapan Aomine, Kuroko yang terkenal tidak
pernah berekspresi lain selain tersenyum, menangis sejadi jadinya di dekapan
tubuh Aomine.
“Aku jugaa, memang menyenangkan dikelilingi begitu banyak
pengetahuan, namun....” Kuroko terisak.
“Namun seminggu bersamamu, bagaikan aku melihat suatu kisah
nyata yang aku bahkan tidak bisa memprediksi kelanjutannya dan tidak tahu
akhirnya, semuanya menyenangkan, maka dari itu.... aku..... ingin melihat dari
kelanjutan kisah itu, dan menyusulmu kemari.” Kuroko menatap iris indigo itu dengan
mata yang berkaca kaca.
“Kau ini.... memang menarik sekali untuk dilihat Tetsu...” Aomine mencium bibir mungil
Kuroko lembut, melelehkan anak itu serta melelhkan hatinya yang membatu dalam
sebuah ciuman yang manis dan hangat.
Wajah Kuroko sontak memerah, matanya menatap bingung ke arah
Aomine, lalu ia berkata dengan mantap “Tunjukkan padaku, kelanjutan kisah
bagaimana sang pangeran yang berhasil mengeluarkan sang putri dari menara
tinggu yang selama ini menahannya!!” mata Kuroko menatap penuh harap ke arah
Aomine.
Aomine terkejut mendengar analogi yang dipakai oleh Kuroko
barusan, dan mencoba menahan tawanya ‘Tetsu, sampai berapa kali kau berhasil
membuat aku tertarik padamu hah??’ begitu batinnya, Aomine pun tersenyum manis
ke arah Kuroko.
“Tentu Tetsu, akan kuperlihatkan, bagaimana sang pangeran
bisa membahagiakan sang putri manis itu.” Aomine membelai lembut pipi Kuroko.
“Aku menyukaimu Aomine-kun..”
“Aku sangat menyukaimu Tetsu..” Aomine mendekap tubuh anak
itu sekali lagi.
~Fin~